Total Pageviews

Sunday, April 22, 2012

MIGAS 204: Harga BBM Naik (Pro Kontra?), Salah Presepsi mengenai situasi Energi di Indonesia, In Memory of Pak Widjajono Partowidagdo


Pada bulan Maret hingga awal April 2012 bangsa kita sempat ribut ribut mengenai kenaikan Harga BBM, banyak yang Pro dan lebih banyak Lagi yang Kontra. Banyak analisa analisa dan perdebatan menarik baik dikalangan Politisi Proffesional maupun rakyat sipil. Saya sendiri terlibat perdebatan seru dengan beberapa orang (seorang Politisi, beberapa orang praktisi energy, dan banyak dengan teman dak juga keluarga saya. Intinya semua punya pendapat yang menarik. Kebanyakan yang Kontra thd naiknya bbm beralasan kasihan thd Rakyat. Ironisnya yg Pro thd kenaikan BBM sebenarnya juga berorientasi thd kemakmuran rakyat juga. Bedanya yang Kontra BBM dan pro rakyat berfikir jangka pendek, dan yang Pro BBM naik dan Pro rakyat berfikir jangka panjang. Kalau sudah bengini tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar. Hanya tergantung visi masing2 jangka panjang atau jangka pendek. Tentunya suatu instansi Negara HARUS memikirkan efek Jangka Panjang

Dari perdebatan2 yang saya pribadi alami saya menangkap banyak sekali salah paham atau mis presepsi thd kondisi Energi Nasional Kita.  Pada kesempatan kali ini saya mau membahas  beberapa miskonsepsi atau salah presepsi tersebut.

Pertama, Indonesia adalah negara yang kaya minyak, padahal tidak. Kita lebih banyak memiliki energi lain, seperti batu bara, gas, CBM (Coal Bed Methane), shale gas, panas bumi, air, BBN (bahan bakar nabati), dan sebagainya. Cadangan terbukti (Proven Reserve) minyak Indonesia tinggal 3,7 miliar barel. Justru kita lebih banyak memiliki energi nonminyak. Cadangan terbukti ini hanya 0,3 persen cadangan terbukti dunia. Membandingkan dengan gas bumi yang cadangan terbuktinya 112,4 TSCF (Trilyun Square Cubic Feet) dan batu bara 17,8 miliar ton. Intinya Cadangan Minyak kita memang menurun….

Salah persepsi yang kedua, ini menyangkut pernyataan inti Point peratama. Harga bahan bakar minyak harus murah (Demi Rakyat kecil) pernyataan  tidak memikirkan bahwa hal ini JUSTRU menyebabkan terkurasnya dana pemerintah (APBN) untuk subsidi harga BBM dan ujung2 nanti PASTI menyusahkan anak cucu kita. Ketergantungan kita terhadap BBM yang berkelanjutan dan impor minyak, menyebabkan makin sulitnya sektor energi lain (alternative) berkembang. Tahun 2011, Indonesia memproduksi minyak 902 ribu barel per hari, gas 1,5 juta barel ekuivalen (Barrel of Oil Equvalen) per hari, dan batu bara 3,4 juta barel ekuivalen per hari. Sebagai negara net importir minyak dan tidak memiliki cadangan terbukti minyak banyak, TIDAK bijaksana apabila mengikuti harga BBM murah di negara-negara yang cadangan minyaknya melimpah. Memang perhitungan Pak Kwik pada perdebatan soal BBM naik benar TAPI yang dia tidak pikirkan adalah efek jangka Panjangnya, lah wong kita ini sudah sampai pada tahap Import Crude Oil Kok… masak mau murah terus harga BBM

Salah persepsi yang ketiga, Investor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik, padahal tidak. Supaya investor datang ke Indonesia, perlu perbaikan sistem fiskal, meningkatkan kualitas pelelangan dan informasi wilayah kerja yang ditawarkan, perbaikan regulasi dan birokrasi, dan kualitas aturan hukum.

Keempat, peningkatan kemampuan nasional akan terjadi dengan sendirinya tanpa keberpihakan pemerintah, padahal tidak, ini bisa terjadi apabila terdapat keberpihakan pemerintah. Misalnya untuk kontrak-kontrak pengelolaan sumber daya energi yang sudah habis, maka pengelolaannya diutamakan untuk perusahaan nasional dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis, dan keuangan. Tidak tertutup kemungkinan tetap bekerja sama dengan operator sebelumnya.

Terakhir, kelima, Indonesia diuntungkan dengan kenaikan harga minyak dunia, padahal tidak. Kita harus terlebih dahulu membandingkan produksi minyak dengan harga minyak dan mengaitkannya dengan impor minyak mentah (Operational Cost dengan Sales Profit, atau sederhananya Cost per Barrel), dan setelah dihitung2 justru menunjukkan defisit ketika ada kenaikan harga minyak dunia. Dengan impor minyak sebesar 770 ribu barel per hari, pemerintah justru defisit Rp 74 triliun per tahun, dengan asumsi APBN-P harga minyak US$ 105 barel. dan Defisit in yang menanggu Pemerintah dan kita semua (via pajak dll)... Mau Nanggung Defisit APBN?

Inti dari semua ini adalah kalau mau menyelamatkan Enokomi Negara Harga BBM harus naik. Memang sakit dan berat buat kita semua, tapi kita sudah terlalu lama "terlena" dengan subsidi BBM.
Tulisan ini saya tulis in memory of the Late Pak Widjajono Partowidagdo, He has shown not only a strong clarity of thinking in overcoming Indonesian energy challenges but also courage and resolve in translating those thinking into action. In his short time serving as the Deputy Minister of Energy and Mineral, he successfully reinvigorated reform and outside the box strategy to the otherwise sluggish Indonesian energy sector. He was a rarity of an inspiring leader characterized by a mix of intelligence, integrity, compassion, intrepidness, and yet humility, and candor. He will be truly missed.
Cheers,
CK

No comments:

Post a Comment